Rabu, 03 November 2010

Tanpa Partisipasi Perempuan dan Pemuda, Peluang Politisi Busuk Berkuasa


PERIHAL kiat merebut kekuasaan dalam kehidupan politik dan demokrasi, perempuan Indonesia dapat belajar dari pengalaman salah seorang perempuan India, Vani Tripathi, yang kini menjabat sekretaris nasional Partai Bharatiya Janata, partai oposisi utama di India. Sebelum terjun ke dunia politik, Vani, begitu ia akrab disapa, merupakan artis Bollywood yang sudah banyak membintangi film dan drama di India.

Didasari keinginan untuk membuat perubahan bagi masyarakat India, Vani akhirnya memutuskan terjun langsung dalam bidang sosial dan politik. Kegiatan sosial yang dilaksanakan banyak berhubungan dengan masalah kesehatan dan pendidikan bagi anak-anak. Ia melakukan advokasi untuk menyosialisasikan kegiatan imunisasi dan kesehatan perempuan di berbagai tempat di India.
Salah satu caranya, menyosialisasikan pesan lewat media teater dan film. Pesan-pesannya bisa dinikmati berbagai kalangan tanpa merasa bosan atau sedang mendengarkan ceramah. Selain menguasai kemampuan akademis di bidang politik, Vani juga menekuni ilmu jurnalistik dan broadcasting.
Vani membagi pengalamannya berpolitik itu di depan peserta Konferensi Nasional “Generation Next: Women and Youth Leadership Development”, 20-21 Oktober 2010 di Hotel Ambhara, Jakarta.
Menurut Vani, ada beberapa poin yang harus dikuasai seorang pemimpin yakni komunikasi, membuat perubahan, menjadi teladan, kemampuan memberi informasi, dan yang paling penting, kekuatan mengubah opini publik.
Ia menuturkan selama ini berkembang kesan, politisi identik dengan koruptor dan banyak kebijakannya yang tidak mengakomodir aspirasi perempuan dan pemuda. Namun, kata Vani, apakah karena alasan itu masyarakat patah arang. “Kita akan memberi kesempatan praktik korup itu terus berkuasa, apabila perempuan dan pemuda tidak melakukan perubahan. Kekuatan melakukan perubahan terletak di tangan pemuda dan perempuan,” tandasnya.
Ia berpandangan, pemuda dan perempuan merupakan katalis perubahan. Ia mengutip dari satu pepatah Hindu “Membela satu laki-laki sama dengan kita membela satu orang. Namun, membela perempuan sama dengan kita membela semua komponen.”
Ia mengungkapkan, tahun 2009 Partai Bharatiya Janata menjadi partai oposisi di India dan tidak berhasil memenangkan pemilu. Berdasarkan pengalamannya, kekalahan itu disebabkan, pemuda dan perempuan di India tidak banyak berpartisipasi dalam pemilu. Mereka tidak suka politik dan tidak mau mengawasi proses pemilu.
Ia menilai, dengan tidak berpartisipasinya pemuda dan perempuan dalam politik, memberikan peluang politisi busuk berkuasa. Menurutnya, jika mau terjadi perubahan, kita tidak hanya bisa mengatakan politisi orang yang busuk dan korup, dan selanjutnya tidak peduli. Harus ada perubahan, dan perubahan itu harus dimulai dari diri kita masing-masing. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Mahatma Gandhi, “perubahan harus datang dari orang yang bersangkutan.”
Menurutnya, kekuatan melakukan perubahan harus dilakukan dengan komunikasi efektif. Politik harus membuat senang. Bicara tentang pembangunan politik dan demokrasi harus membuat orang senang dan berbahagia.

Melawan Tradisi
Vani mengungkapkan, perempuan melawan tradisi merupakan konflik tradisional yang pernah terjadi di India. Perempuan sangat dipuja, namun tidak dibuatkan sekolah. Saat budaya berlawanan dengan hukum modern, perempuan harus berani melawan.
Ada budaya sati di India yang sangat merugikan kaum perempuan. Saat laki-laki meninggal dan dikremasikan, si istri harus meloncat ke api ikut membakar diri. Sepuluh tahun lalu, tradisi ini dihapuskan dan tidak boleh diteruskan. Keputusan ini menimbulkan banyak protes. Di Rajastan, salah satu negara bagian di India, budaya ini masih diterapkan. Namun, hukum segera ditegakkan demi kepentingan kaum perempuan. “Kalau istri ikut bunuh diri, bagaimana dengan anak-anak mereka?” kata Vani.
Partai Bharatiya Janata yang didirikan tahun 1998 itu telah banyak melakukan perubahan radikal. Selama 50 tahun, India memiliki satu parpol yang berkuasa.
Dalam pemilu terakhir, banyak orang yang cemerlang. Sekarang ini, kata Vani, yang dilihat bukan lagi partainya. Simbol partai memang perlu. Namun, penampilan individu yang lebih penting. –ast

Tokoh, 616, 31 okt - 6 nop 2010

Tidak ada komentar: