Senin, 29 November 2010

Menuju Perubahan Indonesiaku

   Indonesia dan demokrasi sudah lama berkenalan sejak awal bangsa ini mendapat pengakuan kemerdekaan. Berkali-kali pula bangsa ini tidak luput dari perombakan sistem demokrasi demi membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik. Namun kenyataannya kita masih belum melihat bahwa bangsa ini secara jelas mengarah kepada kebaikan yang lebih baik. Nada pesimistis tersebut muncul karena semakin menurunnya tingkat partsipasi warga negara terhadap sistem demokrasi yang ada saat ini. Buktinya, jumlah golput pada pemiliha Pilkada saat ini semakin meningkat bahkan 15 daerah pada Pilkada dimenangkan oleh golput.

            Kenyataan diatas bertentangan dengan pernyataan gaffar janedjrim, Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi, dalam opininya di okezone.com yang menyatakan bahwa demokratisasi telah menguat dilihat dari penataan kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai prinsip-prinsip demokrasi. Ada beberapa indikator yang menjadi argumen yaitu adanya masyarakat sipil yang otonom dan diberikan jaminan hukum kebebasan berserikat dan menyatakan pendapat, adanya masyarakat politik yang diberikan kesempatan untuk bersaing secara sehat mengontrol dan menjalankan kekuasaan, dianutnya ideologi supremasi hukum, adanya birokrasi yang legal-rasional, dan terciptanya masyarakat ekonomi yang menjadi perantara antara negara dan masyarakat. Namun pertanyaannya apakah indikator tersebut merupakan esensi dari demokrasi itu sendiri? Atau apakah indikator tersebut secara nyata telah dilakukan oleh pemerintah?

Substansi dari demokrasi

            Saat ini hampir seluruh negara di dunia mengaku memiliki humum yang berdasarkan warisan kuno dari Yunani maupun Romawi yang disebut dengan demokrasi. Secara epistemologi demokrasi berasal dari kata demos yang berarti masyarakat dan kata kratein, mengatur. Menurut sejarah, sistem ini tercipta karena kelemahan sistem pemerintahan pada abad ke-6 SM. Sistem demokrasi ini merupakan sebuah respon dari kebutuhan akan perubahan maka munculah Solon yang menciptakan hukum yang peduli akan kesejahteraan dan kemiskinan dalam masyarakat.

            Jadi demokrasi bukanlah tujuan dari sistem pemerintahan, tetapi demokrasi adalah sebuah sistem yang mengatur dan menunjukkan arah bagaimana pemerintah mampu mengatasi berbagai permasalahan dalam masyarakat dan mengatur masyarakat agar harmonis dan sejahtera. Seperti yang dikatakan oleh Abraham Lincoln, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemerintah dan kekuasaan merupakan suatu hal yang inheren, tetapi kekuasaan yang dimiliki pemerintah diakui dan berasal dari rakyat. Karena rakyatlah yang memberikan dan menetukan arah bagaimana kehidupan kenegaraan itu dilaksanakan disuatu negara.

            Sedangkan berdasarkan UUD 1945, sistem demokrasi tercantum pasal 1 yang menyatakan bahwa kedaulatan bedara di tangan rakyat dan dalam pasal 3 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Dalam sistem demokrasi kedaulatan dan hukum adalah tidak bisa dipisahkan karena negara hukum harus demokratis, dan negara demokratis harus mempunyai hukum yang mengatur kehidupan bernegaranya. Bisa saja pemegang kedaulatan dalam sebuah negara bukan seorang manusia tetapi adalah hukum. Namun agar hukum tidak disalahgunakan untuk kekuasaan maka hukum harus mengakomodasi kepentingan masyarakat secara luas.

Masalah demokrasi Indonesia kini

            Lebih dari 90% negara di seluruh dunia telah menganut sistem demokrasi, termasuk negara Indonesia yang sudah berjibaku lama dengan sistem ini. Namun seperti kebanyakan negara berkembang pada umumnya, cita-cita dari demokrasi sama sekali belum tergapai bahkan mungkin ada yang mengatakan bahwa cita-cita itu semakin menjauh. Yang parah lagi, seakan bangsa ini telah puas karena tujuan dari demokrasi adalah demokrasi itu sendiri.

            Menurut survei DEMOS demokrasi yang kita menghadapi persoalan yang gawat karena berbagai upaya demokratiasi belum bisa menjamin berlakunya hukum, akses ke keadilan, hak sosial dan ekonomi dan pemerintah yang representatif dan akuntabel. Persoalan pokoknya adalah rakyat tidak mampu mengendalikan urusan publik melalui perwakilan yang sehat. Penyebab pokoknya adalah monopoli ekonomi dan politik kelompok elit yang semakin luasdan lebih lokal tetapi dominan. Padahal, gerakan pro-demokrasi masih saja terpecah belah, secara sosial “mengambang” dan secara politik terpinggirkan.[1]

            Secara nyata demokrasi di Indonesia telah dilanggar oleh pemujanya sendiri. Karena sistem yang ada saat ini tidak memiliki asas equality karena perwakilan rakyat didominasi oleh sekolmpok elit yang belum selesai dengan dirinya sendiri. Kebanyakan dari mereka tidak mampu membedakan antara ruang privat dan ruang politik sehingga kita akan menemukan wajah-wajah yang ambigu. Berbagai kepentingan pribadi sering bercampur dalam kehidupan politik kenegaraan sehingga demokrasi ini seolah-olah dimiliki oleh suatu kelompok saja.

            Demokrasi yang bertujuan mengakomodasi kepentingan berbagai elemen masyarakat malah menjadi legitimasi bagi berbagai kelompok untuk saling bersaing secara tidak sehat sehingga menimbulkan disintegrasi bangsa akibat konflik dari perbedaan-perbedaan yang ada di dalam masyarakat.

            Pada tahun 2009 ini akan diselenggarakan sebuah perhelatan akbar dari demokrasi Indoensia yaitu Pemilu. Namun jika kita menyadari bahwa demokrasi Indonesia saat ini hadir disaat yang kurang tepat. Dana yang melimpah untuk pemilu yaitu sekitar 22 triliyun dirasa mubazir karena tidak sebanding dengan kualitas pemerintah saat ini. Demokrasi yang katanya memihak pada rakyat mungkinhanya baualan belaka. Miris, anggran yang dikeluarkan pemerintah untuk menuntaskan kemiskinan pada tahun 2007 saja hanya 19 triliyun, sedangkan pada tahun 2008 saja hanya naik menjadi 38 ditambah keterpurukan akibat krisi ekonomi global. Padahal tidak ada korelasi yang jelas antara dana pemilu yang tinggi dengan kualitas pemerintahan. Sejarah belum mampu membuktikan hal tersebut, justru pemborosan dan ketidak efisienanlah yang didapat.

            Sistem pemilu yang cukup rumit bagi masyarakat pada umumnya seperti yang terjadi saat ini hanya akan menciptakan kebingungan saja. Akibatnya partisipasi warga negara semakin menurun atau suara rakyat tidak mampu merepresentasikan apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh rakyat saat ini. Apakah ada kaitannyaantara sistem pemilihan ganda (presiden dan wakil presiden), atau putaran pemilu yang ketat akan menciptakan kualitas pemerintahan yang bagus?

Solusi bagi bangsa ini  

            Pro dan kontra terkait dengan sistem demokrasi sampai saat ini masih menjadi wacana hangat tanpa sebuah eksekusi yang mampu mengakomodasi kedua belah pihak tersebut. Akibatnya timbul pihak-pihak yang apatis terhadap sistem ini sehingga jumlah golput semakin meningkat. Pertanyaannya apakah golput merupakan cara yang terbaik yang dilakukan saat ini?

            Golput dalam konteks Indonesia saat ini tidak relevan karena suara rakyat masih menetukan perubahan yang diharapkan akan terjadi. Lagipula jika pemerintah sudah tidak mempunyai otoritas dari rakyat maka yang terjadi adalah pembubaran negara Indonesia.

            Walaupun saat ini banyak yang beranggapan bahwa perubahan dapat dilakukan dari luar sistem, tetapi apakah fakta telah menunjukkan perubahan itu. Grup penekan (pressure group) diluar sistem yang diharapkan mampu memberikan perubahan belum mampu melakukan hal tersebut. Oleh karena itu cara yang efektif adalah dengan mengikuti sistem yang dipakai saat ini. 

            Memang kita tidak bisa memungkiri bahwa perubahan yang terjadi akan memerlukan waktu yang lama jika dibandingkan dengan sebuah revolusi. Namun cara inilah yang terbaik jika ingin melakukannya dengan cara damai mengingat revolusi yang terjadi pasti akan bersimbah darah.

            Kenyataan yang terjadi saat ini dimana para politisi tidak mampu memberikan sebuah imajinasi sosial kepada rakyat juga merupakan tantangan yang harus dihadapi rakyat saat ini. Berbagai kebingungan akibat sistem yang rumit dan politisi busuk nan berwajah ambigu jangan sampai menghalangi rakyat untuk menyuarakan suaranya.

            Rakyat harus merubah lingkaran setan antara pejabat dan sistem, pejabat yang membuat sistem yang kurang ideal dan sistem yang membuat pejabat menjadi kurang ideal. Rakyat harus berteriak keras dengan suaranya, menggunakan hak asasinya dengan menempatkan negarawan-negarawan yang pro-rakyat sehingga mampu memberikan pengaruh yang kuat bagi sistem demokrasi Indonesia.

            Demokrasi bukan tujuan dari demokrasi itu sendiri, dan janganlah memilih politisi-politisi busuk yang semata-mata menjajakan dirinya melalui iklan-iklan yang bahkan lebih buruk dari sebuah iklan rokok.

 

“Mari bersama mencari kebenaran jika tak seorangpun dari kita memilikinya.”

–Constantin Francoius Volney (1810)

Kode iklan, banner, pesan atau apapun di pasang disini!

0 komentar:

Posting Komentar

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified