CEO Interview Editor's Choice

CEO Acuatico Group: Kami Siap Perluas Bisnis di Indonesia

CEO Acuatico Group: Kami Siap Perluas Bisnis di Indonesia

Acuatico Group, perusahaan operator, pengembang dan investor yang berfokus pada proyek-proyek pembangunan infrastruktur air bersih di Asia Tenggara makin ekspansif. Perusahaan ini dibangun sejak tahun 2006 dan berkantor pusat di Singapura. Sejak tahun 2007, Acuatico mulai bekerja sama dengan Pemerintah Daerah DKI Jakarta untuk menyediakan layanan teknologi, manajemen, produksi dan distribusi air bersih khusus untuk wilayah timur Jakarta.

thomas ceo acuatico

Thomas W.Shreve, CEO Acuatico Group

Satu tahun kemudian, Acuatico kembali mendapat kerja sama dengan pemerintah tepatnya, Pemerintah Kabupaten Tangerang, dengan sistem Public Private Partnership (PPP) untuk membangun dan mengoperasikan infrastruktur air di 8 kecamatan dalam Kab. Tangerang dengan kapasitas 900 liter/detik. Untuk kerjasama tersebut Acuatico melalui anak usahanya Aetra Air Tangerang, mendapat konsesi selama 25 tahun.

Selain Aetra Air Tangerang, kini untuk melayani wilayah Jakarta, Acuatico telah menyarahkan kepada dua anak usahanya yakni Aetra Air Jakarta dan Rasuna Eco Water, masing-masing berkapasitas 9.000 liter/detik dan 85 liter/detik. Lalu apa rencana berikutnya dari Acuatico di Indonesia? Berikut wawancara reporter SWA Online, Arie Liliyah dengan CEO Group Acuatico, Thomas W.Shreve saat berkunjung ke Jakarta (28/8):

Apa rencana proyek berikutnya di Indonesia?

Kami belum melihat ada rencana untuk proyek berikutnya.

Tetapi apakah sudah terlihat yang sudah ada potensinya?

Iya kami melihat ada banyak potensinya, terutama yang di luar Jakarta, seperti daerah-daerah di Jawa dan Sumatera, kalimantan dan Bali. saat ini ada sekitar 5-10 proyek disana , tetapi belum ada yang kami yakin.

Proyek itu tepatnya seperti apa rancangannya?

Semua yang sedang kami lihat sekarang adalah air bersih dari sumber yang akan di supply oleh pemerintah, tetapi kami juga berminat pada proyek pada air baku dan air lembah. Tapi sekarang yang sudah siap adalah proyek air bersih dan pipanisasi.

Yang paling berpotensi?

Saya belum bisa sharing itu, tetapi ada banyak pemerintah daerah yang sangat antusias untuk bekerja sama dengan Acuatico. Tetapi untuk saya ini saya belum bisa berbagi daerah mana yang paling menarik menurut kami.

Jika dibandingkan dengan negara-negara sesama Asia Tenggara, kondisi Indonesia untuk akses air bersih seperti apa?

Sejujurnya masih tertinggal jauh. Di antara 8 negara Asia Tenggara, Indonesia ada di ranking ke -7, karena baru 54% populasinya yang mendapat akses pada amproved water source. Berbeda jauh dengan dengan Thailand yang 96 % populasinya sudah bisa mengakses itu, kemudian di rangking kedua Malaysia 96 % dan rangking tiga Vietnam 76 %. bahkan kalai kami lihat data per daerah di Indonesia, di luar Jakarta, rata-rata populasi yang sudah terlayani air bersih masih kurang dari 30 % dari total penduduknya.

Kerja samanya ke depan akan terus dengan pemerintah daerah atau ada rencana lainnya?

Iya, selain dengan pemerintah daerah dan PDAM, kami juga akan bekerja sama dengan properti developer, seperti industrial estate, residance estate, itu semua bisa, tetapi saat ini kami belum punya perencanaan yang matang untuk masuk kesana.

Untuk Jakarta sendiri apakah masih ada yang dikembangkan lagi ke depan?

Oia, ini saya bicara mengenai seluruh Indonesia. Kalau di Jakarta hampir ditutup total, karena sduah dibagi habis untuk Aetra Air Jakarta dan Palyja. Jadi setiap titik sudah ada perusahaan yang bertanggung jawab. Tidak ada lagi daerah yang belum dilayani, semua sudah tercover konsesi. Konsesi keduanya sudah meng-cover seluruh DKI Jakarta. Tetapi di sekitar Jakarta seperti bekasi, depok dan bogor, masih ada banyak diluar batasan konsesi itu.

Apa problem utama yang paling sering dihadapi untuk membangun sistem air di Indonesia ?

Yang paling utama adalah tarif air yang masih sangat rendah, kalau tarif tidak cukup kami membiayai pembangunan instalasi air – karena pembangunan water system di Indonesia sama sekali tidak mendapat subsidi oleh pemerintah – jadi kalau tarif masih terlalu rendah maka kami tidak bisa masuk, karena antara investasi kami membangun sistem dengan tarif yang ditetapkan pemerintah.

Dan saya kira, kalau wilayah pemukiman yang tidak memiliki surface air, atau punya surface air tetapi masih buruk, misalnya tekanannya rendah, mereka tetap akan bersedia membayar agak lebih, karena air ini dalah kebutuhan paling utama dalam hidup manusia. Buktinya mereka yang belum terlayani oleh pipanisasi baik oleh PDAM maupun swasta, mereka mau membayar mahal untuk beli air dari tangki keliling atau AMDK dari toko.

Maka, menurut saya, pemerintah sudah semestinya ada kebijakan untuk penyesuaian tarif air sampai tingkat yang layak untuk pembangunan sistem.

Lalu selama ini bagaimana pihak Anda deal dengan pemerintah untuk menjalin kerja sama walaupun dengan tarif yang masih rendah ini?

Ya itu sudah risiko kami. Betul, kami sedang dalam tahap negosiasi dengan pemerintah tetapi belum mendapat kesepakatan. Jadi selama ini kami tetap jalan dengan tarif yang sudah ditetapkan sejak tahun 2007 itu. Tetapi, ke depan rekomendasi saya masalah tarif ini perlu diperhatikan kembali oleh pemerintah Indonesia, sedikit demi sedikit melalui PDAMnya, supaya setiap daerah bisa lebih siap menerima investasi swasta. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved